Gempa bumi Tangshan yang terjadi pada 28 Juli 1976 merupakan salah satu gempa paling mematikan dalam sejarah modern. Dengan kekuatan sekitar 7,5 hingga 7,6 skala Richter, gempa ini melanda kota industri Tangshan di Provinsi Hebei, Tiongkok, menewaskan ratusan ribu orang dan meninggalkan jejak kehancuran yang mendalam. Gempa ini terjadi pada masa Tiongkok sedang berada di ambang transisi politik, menambah signifikansi sejarah dari bencana ini.
Pada pukul 3:42 pagi waktu setempat, pada tanggal 28 Juli 1976, gempa bumi besar mengguncang kota Tangshan, sebuah kota industri yang padat penduduk sekitar 150 km di sebelah timur Beijing. Getaran kuat tersebut berlangsung hanya sekitar 15 detik, namun cukup untuk menghancurkan hampir seluruh infrastruktur kota yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa.
Kota Tangshan hampir sepenuhnya rata dengan tanah dalam hitungan menit. Rumah-rumah, pabrik, jembatan, dan bangunan umum runtuh, menyebabkan ribuan orang tewas seketika. Banyak orang yang masih tertidur ketika gempa terjadi, membuat mereka tidak sempat melarikan diri. Selain itu, gempa susulan yang terjadi kemudian menambah tingkat kerusakan dan memperpanjang penderitaan para korban yang selamat.
Jumlah korban tewas resmi yang diumumkan oleh pemerintah Tiongkok adalah sekitar 242.769 orang, namun banyak pihak, termasuk sejarawan dan ahli, memperkirakan bahwa angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, bahkan mencapai 650.000 orang. Selain itu, ratusan ribu orang mengalami luka-luka, dengan banyak yang menderita cacat permanen akibat runtuhan bangunan atau luka-luka lain yang diakibatkan gempa.
Tangshan, sebagai kota industri yang berkembang pesat, mengalami kehancuran total. Lebih dari 85% bangunan di kota itu hancur atau mengalami kerusakan berat. Fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, dan jaringan transportasi juga lumpuh. Pabrik-pabrik besar yang menjadi tulang punggung ekonomi kota ikut hancur, menyebabkan gangguan besar pada produksi industri di wilayah tersebut.
Selain kerusakan fisik, jaringan komunikasi juga terganggu, membuat upaya penyelamatan menjadi sangat sulit dalam beberapa hari pertama setelah gempa. Banyak daerah yang terisolasi dari bantuan, sehingga banyak korban yang terperangkap di bawah reruntuhan tidak sempat diselamatkan.
Sebagai pusat industri besar, kehancuran Tangshan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Tiongkok. Banyak pabrik yang penting bagi produksi baja dan batubara hancur, dan dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kapasitas produksi di wilayah tersebut. Pemerintah Tiongkok melakukan upaya besar-besaran untuk membangun kembali kota, tetapi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh bencana ini mencapai miliaran yuan.
Bencana ini menyebabkan trauma besar di kalangan masyarakat Tangshan. Ribuan keluarga hancur, banyak anak yang kehilangan orang tua, dan para korban selamat harus menghadapi masa depan yang tidak pasti. Selain itu, kondisi darurat pasca-gempa memperburuk situasi, dengan kelangkaan makanan, air bersih, dan layanan medis.
Pemerintah Tiongkok pada saat itu menghadapi kritik terkait penanganan bencana ini. Dalam beberapa hari pertama setelah gempa, ada kebingungan dalam tanggapan resmi, dan bantuan lambat tiba di banyak wilayah terdampak. Ketidakstabilan politik yang sedang terjadi di negara tersebut, termasuk kematian Perdana Menteri Zhou Enlai pada awal 1976 dan sakitnya Mao Zedong yang semakin parah, memperumit respons pemerintah terhadap bencana.
Namun, setelah beberapa hari, upaya penyelamatan dan pemulihan mulai dilakukan dengan cepat. Pemerintah Tiongkok mengerahkan militer untuk membantu operasi penyelamatan dan pemulihan. Kamp-kamp bantuan didirikan untuk memberikan makanan, air, dan layanan medis kepada korban. Bantuan internasional juga datang, meskipun terbatas, karena kebijakan politik Tiongkok yang tertutup saat itu.
Gempa bumi Tangshan 1976 tidak hanya menjadi bencana alam, tetapi juga memiliki dampak politik dan sosial yang signifikan. Bencana ini terjadi pada masa-masa akhir Revolusi Kebudayaan, ketika Tiongkok berada dalam masa transisi politik yang penting. Hanya beberapa minggu setelah gempa, pada 9 September 1976, Mao Zedong, pemimpin utama Tiongkok, meninggal dunia. Gempa Tangshan dianggap oleh sebagian kalangan sebagai "tanda" perubahan besar yang akan terjadi di Tiongkok.
Dalam jangka panjang, bencana ini juga membantu memicu reformasi dalam penanganan bencana di Tiongkok. Pemerintah mulai lebih serius dalam mengembangkan infrastruktur yang tahan gempa, serta meningkatkan sistem peringatan dini dan tanggap darurat.
Setelah gempa, pemerintah Tiongkok mengadakan program rekonstruksi besar-besaran untuk membangun kembali Tangshan. Proyek ini memakan waktu bertahun-tahun dan menghabiskan sumber daya besar. Kota Tangshan, yang dulunya hampir sepenuhnya rata, kini telah dibangun kembali menjadi pusat industri yang modern. Meskipun kota tersebut telah dipulihkan, kenangan tentang gempa bumi ini masih hidup di benak banyak penduduk.
Setiap tahun, pada tanggal 28 Juli, peringatan gempa bumi Tangshan diadakan untuk menghormati para korban. Sebuah museum gempa bumi didirikan di Tangshan untuk mengenang tragedi ini dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesiapsiagaan bencana.
Gempa bumi Tangshan 1976 adalah salah satu bencana terbesar dalam sejarah modern, dengan dampak yang sangat luas baik dari segi korban jiwa, kerusakan fisik, hingga dampak sosial dan politik. Gempa ini tidak hanya menghancurkan kota industri Tangshan, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi Tiongkok dalam penanganan bencana alam dan pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh.
Tragedi ini juga menandai momen penting dalam sejarah Tiongkok, karena terjadi di tengah perubahan politik besar-besaran yang membawa negara tersebut ke era baru. Peringatan dan rekonstruksi pasca-gempa menunjukkan ketahanan masyarakat Tangshan dan tekad Tiongkok untuk bangkit kembali dari salah satu bencana terbesar yang pernah terjadi di negara itu.